Perbuatan Israf dan Tabdzir Dalam Pernikahan
Allah Swt menguji manusia di dunia dengan beraneka macam nikmat dan rizki yang melimpah. Dan dalam kondisi yang lain Allah Swt menguji dengan kefakiran dan kemiskinan. Hakikat keduanya adalah ujian dari Allah, maka menyikapi keduanya hanya diperlukan dua hal yaitu, bersykur ketika diberi kemudahan dalam rizki dan bersabar ketika diberi kesusahan. Firman Allah Swt, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim:7). Tatkala manusia diuji oleh Allah dengan kemiskinan maka dari sebagian kita banyak yang melewatinya sesuai dengan aturan Allah. Namun tatkala diuji dengan kekayaan maka kebanyakan tidak dapat melewatinya. Sebagai contoh yang sering kita lihat dalam lingkungan sekitar kita adalah perbuatan israf dan tabdzir dalam pernikahan. Israf adalah membelanjakan harta melebihi kebutuhan yang diperlukan. Sedangkan tabdzir adalah membelanjakan harta tersebut bukan pada tempat yang layak. Banyak sekali kita lihat dalam suatu pernikahan diadakan pesta yang bentuknya berlebih-lebihan, bahkan biaya yang digunakan dapat mencapai milirayan rupiah. Ketika dilingkungan sekitar banyak orang-orang yang kelaparan karena kekurangan makanan, maka pada sebagian pesta-pesta pernikahan ditemukan banyaknya makanan yang terbuang. Ditambah dengan hiburan-hiburan musik yang melalaikan, yang di dalamnya banyak adegan mengundang syahwat dengan mengumbar-umbar aurat. Maka hal ini merupakan perkara israf dan tabdzir dalam pernikahan. Bagi seorang muslim yang bertakwa, ia akan mampu dalam mempertimbangkan akan segala kebutuhan yang diperlukan. Apabila ia menemukan ada kelebihan dalam makanan yang dibutuhkan, maka ia akan segera mencari orang-orang yang sangat membutuhkannya. Sehingga wajib bagi seorang  muslim untuk berupaya maksimal dalam menghindari larangan Allah Swt dan bertindak dalam mengharap ridha Allah Semata. Dalam pernikahanpun jika di dalamnya mengharapkan ridha Allah maka perbuatan yang berlebih-lebihan dalam resepsi pernikahan akan terhindar. Ketika kita mampu menggunakan apa yang dimiliki sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemberi nikmat yakni Allah Swt. Maka sebenarnya kita telah berbuat syukur atas apa yang diberikan. Syukur dalam bentuk jawarih atau perbuatan sesuai perintah Allah Swt. Namun ketika kita berbuat israf dan tabdzir maka itu adalah bentuk kufur atas nikmat yang diberikan. Wallahu ‘Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *